Assalamualaikum Wr Wb

"WELCOME"

Sabtu, 10 Oktober 2009

Minyak Bumi dan Lingkungan

MINYAK BUMI DAN LINGKUNGAN

PENDAHULUAN

Peningkatan peradaban umat manusia telah mendorong meningkatnya penggunaan energi dengan laju yang sangat dasyat. Pergeseran dari era pertanian ke era industri juga telah mengalihkan penggunaan jenis sumber energi. Industrialisasi memegang peran yang sangat strategis dalam kehidupan masyarakat modern. Selain mampu mempercepat proses suplai barang kebutuhan hidup manusia, industrialisasi juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk bumi yang jumlahnya terus meningkat. Berbagai produk industri hadir di tengah masyarakat sambil menawarkan berbagai kemudahan dan kenikmatan. Peningkatan aktivitas industri yang demikian tinggi itu tentu dibarengi pula dengan meningkatnya penggunaan sumber – sumber energi yang salah satunya berasal dari minyak bumi. Sampai saat ini minyak bumi masih menjadi sumber energi terbesar bagi dunia, tak dapat dibayangkan bagaimana jadinya kehidupan manusia tanpa emas hitam ini. Tampaknya, sebelum alternatif sumber energi lain pengganti minyak bumi ditemukan, maka usaha pertambangan minyak bumi akan terus memainkan peran yang penting bagi kehidupan manusia.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh National Academy of Science Amerika Serikat besaran kontribusi masuknya minyak bumi ke lingkungan adalah : produksi lepas pantai (1,3 %), transportasi (34,9 %), luruhan kota (4,9 %), rembesan alami (9,8 %), atmosfir (9,8 %), luruhan sungai (26,2 %), limbah industri (4,9 %), pengolahan (3,3 %) dan limbah domestik (4,9 %).

Minyak bumi adalah campuran kompleks hidrokarbon plus senyawaan organik dari Sulfur, Oksigen, Nitrogen dan senyawa – senyawa yang mengandung konstituen logam terutama Nikel, Besi dan Tembaga. Teori yang paling umum digunakan untuk menjelaskan asal – usul minyak bumi adalah ”organic source materials”. Teori ini menyatakan minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat – zat organik yang berasal dari sisa – sisa tumbuhan dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun. Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut, maka minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda.

KOMPOSISI MINYAK BUMI

Minyak bumi sendiri bukan merupakan bahan yang uniform, melainkan berkomposisi yang sangat bervariasi tergantung pada lokasi, umur lapangan minyak dan juga kedalaman sumur. Perbandingan unsur – unsur yang terdapat dalam minyak bumi sangat bervariasi. Berdasarkan atas hasil analisa, diperoleh data sebagai berikut: karbon 83 – 87 %, hidrogen 10 – 14%, Nitrogen 0,1 – 2 %, oksigen 0,05 – 1,5 % dan sulfur 0,05 – 6 %. Komponen hidrokarbon dalam minyak bumi diklasifikasikan atas tiga golongan, yaitu : golongan parafinik, golongan naphthenik, golongan aromatik, sedangkan golongan olefinik umumnya tidak ditemukan dalam crude oil, demikian juga hidrokarbon asetilenik sangat jarang. Crude oil mengandung sejumlah senyawaan non hidrokarbon terutama senyawaan sulfur, senyawaan nitrogen, senyawaan oksigen, senyawaan organo metalik (dalam jumlah kecil/trace sebagai larutan) dan garam – garam anorganik (sebagai suspensi koloidal).

1.Senyawaan Sulfur

Crude oil yang densitynya lebih tinggi mempunyai kandungan sulfur yang lebih tinggi pula. Keberadaan sulfur dalam minyak bumi sering banyak menimbulkan akibat, misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam keadaan dingin atau berair), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida sulfur (sebagai hasil pembakaran gasoline) dan air.

2.Senyawaan Oksigen

Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalh kurang dari 2 % dan menaik dengan naiknya titik didih fraksi. Kandungan oksigen bisa menaik apabila produk itu lama berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada dalam bentuk ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan disiklo serta phenol. Sebagai asam karboksilat berupa asam naphthenat (asam alisiklik) dan asam alifatik.

3.Senyawa Nitrogen

Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumisangat rendah yaitu 0,1 – 0,9 %. Kandungan tertinggi terdapat pada tipe asphalitik. Nitrogen mempunyai sifat racun terhadap katalis dan dapat membentuk gum / getah pada fuel oil. Kandungan nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi. Nitrogen klas dasar yang mempunyai berat molekul yang relatif rendah dapat diekstrak dengan asam mineral encer, sedangkan yang mempunyai berat molekul yang tinggi tidak dapat diekstrak dengan asam mineral encer.

4.Konstituen Metalik

Logam – logam seperti besi, tembaga terutama nikel dan vanadium pada proses catalytic cracking mempengaruhi aktivitas katalis, sebab dapat menurunkan produk gasoline, menghasilkan banyak gas dan pembentukan coke. Pada power generator temperatur tinggi, misalnya oil – fired gas turbine, adanya konstituen logam terutama vanadium dapat membentuk kerak pada rotor turbine. Abu yang dihasilkan dari pembakaran fuel yang mengandung natrium dan terutama vanadium dapat bereaksi dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur campuran sehingga merusakkan refractory itu.

Agar dapat diolah menjadi produk – produknya, minyak bumi dari sumur diangkut ke Kilang menggunakan kapal, pipa, mobil tanki atau kereta api. Didalam Kilang, minyak bumi diolah menjadi produk yang kita kenal secara fisika berdasarkan trayek titik didihnya (destilasi), dimana gas berada pada puncak kolom fraksinasi dan residu (aspal) berada pada dasar kolom fraksinasi.

PENCEMARAN MINYAK BUMI DAN UPAYA PENANGGULANGAN

Ada sekitar satu trilyun barel cadangan minyak yang diketahui terkandung di dalam perut bumi. Di samping itu masih ada sekitar 750 juta barel cadangan lainnya yang kini masih terus dicari karena belum ditemukan tempatnya. Hingga saat ini, minyak masih tetap merupakan sumber energi utama dalam menggerakkan industrialisasi di berbagai belahan dunia. Dunia yang terus berkembang melalui industrialisasi untuk menciptakan lapangan kerja yang menghasilkan produk – produk konsumsi akan diikuti dengan pertumbuhan permintaan energi yang cukup besar. Pertumbuhan permintaan energi ini dalam beberapa kasus hampir menjadi syarat utama untuk mencapai suksesnya pembangunan ekonomi. Masyarakat dunia membutuhkan sumber energi dalam bentuk bahan bakar minyak (BBM) untuk berbagai keperluan, mulai dari penerangan, transportasi, pelayanan publik, komunikasi dan lain – lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sekitar tiga milyar metrik ton BBM diproduksi setiap tahunnya. Setiap hari industri yang bergerak dalam bidang perminyakan menyedot minyak dari sumur – sumur eksplorasi, kemudian mengangkut dan mendistribusikan bahan itu ke seluruh penjuru dunia. Selain penyaluran melalui pipa – pipa yang ditanam dalam tanah, minyak tersebut juga didistribusikan melalui transportasi laut dengan salah satu sarananya adalah pengangkutan dengan kapal tangker. Luasnya wilayah perdagangan sumber energi dunia ini ternyata juga diikuti dengan munculnya masalah lingkungan. Baik minyak mentah maupun yang telah dimurnikan dapat tumpah dan mencemari lautan dengan berbagai cara. Sebuah studi yang pernah dilakukan oleh NAS menunjukkan bahwa minyak yang masuk ke perairan laut berasal dari berbagai sumber, seperti kapal tangker dan operasi pengangkutan lainnya (1,1 metrik ton pertahun), pembuangan air limbah kotapraja dan industri yang tercemar minyak (1 juta metrik ton pertahun), kecelakaan kapal tangker (0,4 juta metrik ton pertahun), penyebaran lewat atmosfer dari minyak yang menguap (0,3 juta metrik ton pertahun), rembesan alami (0,25 metrik ton pertahun), air limbah pengilangan (0,1 juta metrik ton pertahun) dan produksi lepas pantai (0,05 juta metrik ton pertahun). Kecelakaan karena ledakan gas tekanan tinggi pada sumur minyak lepas pantai juga merupakan sumber potensial pencemaran air laut oleh minyak mentah. Kebanyakan pencemaran minyak disebabkan oleh tidak layaknya teknik pembuangan lumpur dari kegiatan pengeboran sumur minyak, kecelakaan pada pengapalan dan lalu lintas darat, pencucian tangki kapal, kebocoran depot dan kegagalan atau keretakan pada pipa penyalur. Jumlah minyak yang terlepas ke lautan dari pengeboran lepas pantai, walaupun dalam keadaan operasi normal, ternyata masih lebih besar dibandingkan tumpahan minyak akibat kecelakaan. Demikian juga transportasi minyak dari pengeboran lepas pantai ke lokasi tujuan. Selain kecelakaan kapal tangker, pencemaran minyak di lautan juga dapat disebabkan oleh terjadinya kecelakaan pada anjungan minyak lepas pantai. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pencemaran minyak di laut yang berasal dari tumpahan minyak di daratan yang terbawa arus air hujan dan pembuangan sampah dari perkotaan serta industri yang mengandung minyak merupakan sumber pencemar ekosistem laut terbesar.

Tingkat keparahan dampak terhadap ekosistem laut ini akibat tumpahan minyak bergantung pada beberapa hal, antara lain : Jenis minyak yang tumpah (minyak mentah atau hasil kilangan), jumlah minyak yang tumpah, jarak lokasi terjadinya tumpahan dengan garis pantai, frekuensi terjadinya tumpahan di suatu tempat setiap tahunnya, kondisi iklim setempat pada saat terjadi tumpahan, suhu air laut rata – rata yang tercemar minyak, serta pasang surut permukaan air laut di tempat terjadinya tumpahan. Polusi minyak di ekosistem laut bisa berupa minyak mentah atau hasil pengilangan (minyak yang sudah dimurnikan, refined). Kedua jenis minyak itu mengandung substansi yang sifatnya bermacam – macam. Pada umumnya, produk hasil pengilangan seperti minyak tanah dan bensin memiliki kadar komponen – komponen beracun yang lebih besar dibandingkan dengan minyak mentah. Oleh karena itu, tumpahan produk kilangan ini dampak ekologisnya pada umumnya cenderung lebih besar dibandingkan dengan minyak mentah. Namun karena produk kilangan ini bersifat lebih ringan dan lebih mudah menguap dibandingkan minyak mentah, maka dampak ekologis yang ditimbulkan biasanya berjangka lebih pendek dan peluang kerusakan yang ditimbulkan pada garis pantai akan lebih kecil. Jika minyak tumpah di lautan, maka cairan minyak akan membentuk lapisan yang mengambang di atas permukaan air laut. Hal ini bisa terjadi mengingat kerapatan minyak yang lebih kecil dibandingkan kerapatan air laut. Karena tumpahan itu, maka aromatik hidrokarbon seperti benzena dan toluena sebagai komponen utama penyusun minyak yang bersifat toksik dapat langsung membunuh kerang, ikan yang tinggal menetap di tempat itu, atau larva ikan yang belum dapat melarikan diri dengan cepat terhadap pengaruh pencemaran minyak tersebut. Pada kondisi udara yang panas, hampir semua bahan toksik dalam minyak akan menguap dengna cepat ke udara. Alam dan lingkungan membutuhkan waktu antara satu sampai dua hari untuk membersihkan permukaan laut dari bahan pencemar. Namun jika kondisi udaranya cukup dingin, diperlukan waktu sekitar seminggu untuk proses penguapan tersebut. Karena ekosistem laut mengalami pembersihan diri (slef purification) melalui penguapan yang berlangsung cepat, maka dampak total pada lingkungan akibat tumpahan hasil kilangan lebih kecil dibandingkan tumpahan minyak mentah. Meski komponen utama yang beracun dalam minyak akan menguap dengan cara yang lebih cepat, namun ada beberapa komponen penyusun minyak itu yang tidak dapat menguap sehingga tinggal lebih lama dibandingkan dengan komponen yang langsung menguap. Sisa – sisa tumpahan minyak yang tertinggal di perairan laut ini biasanya hanya mampu bertahan di perairan dalam waktu yang tidak terlalu lama, umumnya kurang dari satu dasawarsa. Oleh karena itu, dampak ekologis terparah yang ditimbulkannya biasanya hanya pada saat terjadi tumpahan atau beberapa saat setelah itu. Kecelakaan yang diikuti dengan tumpahan minyak dengan jumlah yang besar yang terjadi dalam waktu singkat biasanya menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup parah. Dampak jangka pendek terhadap ekosistem laut cukup besar, namun pemulihan ekosistem beserta populasi spesies – spesies yang terkena dampak itu dalam hampir semua peristiwa yang diteliti juga berlangsung cukup cepat. Minyak merupakan bahan yang terjadi secara alamiah, dan proses – proses alami lambat laun akan dapat memulihkan keadaan pencemaran yang disebabkannya. Oleh sebab itu, Science Advisory Board EPA mendaftar kecelakaan tumpahan minyak sebagai kejadian berisiko rendah. Akibat tumpahan minyak, beberapa jenis bahan kimia penyusun minyak akan terlihat menggumpal seperti tir yang mengambang di permukaan laut dengan bentuk bulat dan ukurannya ada yang kecil seperti kelereng hingga yang besar seukuran bola tennis. Bahan ini bersifat lengket dan dapat menempel dengan kuat pada bulu burung laut yang berenang atau mencari makan di tempat itu. Hal ini dapat menyebabkan burung – burung yang tertempeli bahan kimia tidak dapat terbang. Hewan laut lain serta komponen pantai lainnya seperti batu karang juga dapat terlapisi oleh bahan – bahan kimia yang lengket tersebut. Setelah melalui masa sekitar dua bulan , komponen – komponen kimia yang lebih berat yang terdapat dalam tumpahan minyak akan tereduksi menjadi endapan kehitam – hitaman yang secara kimiawi terdeteksi melalui endapan – endapan di sedimen dan berbagai jenis organisme air yang menghuni daerah itu. Endapan lapisan berminyak dapat memengaruhi kehidupan di daerah setempat karena ikan maupun hewan laut lainnya terganggu pernafasannya sehingga binatang tersebut mati tenggelam. Endapan bahan kimia tersebut juga dapat membunuh kehidupan dasar laut seperti kepiting, udang, kerang, keong dan klam. Akibat lainnya adalah menimbulkan rasa tidak enak jika makanan – makanan laut tersebut dikonsumsi oleh manusia. Karena dalam tubuhnya mengandung minyak, maka makanan laut tersebut juga beraroma kurang sedap karena bau minyak. Kejadian ini dapat berlangsung lama hingga beberapa bulan sebelum lapisan pencemar tersebut terdegradasi oleh bakteri. Jika cuaca di lautan itu cukup dingin, lapisan akan terdegradasi lebih lama. Survey yang dilakukan oleh NAS menunjukkan belum diperoleh bukti adanya kerusakan permanen pada ekosistem laut akibat pencemaran minyak, bahkan tumpahan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kecelakaan sekalipun. Catatan sejarah perkembangan planet bumi menunjukkan, alam ternyata mampu menyerap sejumlah besar minyak selama jutaan tahun tanpa menimbulkan kerusakan permanen yang serius. Jika ada rembesan atau tumpahan minyak yang mencemari lingkungan, maka organisme – organisme yang ada di alam serta proses – proses kimia yang berlangsung secara alamiah bereaksi untuk menguraikan pencemar tersebut. Minyak bumi yang tumpah ke perairan laut misalnya, akan mengalami sederetan proses biologis yang menyebarkan bahan itu di lingkungan dan mengubah sifat fisik serta kimiawinya. Sebagai hasilnya, keberadaan polutan tersebut akan terhapus tuntas dari ekosistem laut dan terjadi proses daur ulang geokimia unsur carbonnya. Waktu yang diperlukan dalam proses ini dapat berorde dari beberapa menit sampai beberapa jam untuk menghilangkan beberapa komponen minyak mentah, hingga beberapa tahun untuk komponen – komponen lainnya.

Tumpahan minyak juga dapat memengaruhi aktivitas fotosintesis yang dilakukan oleh plankton. Penurunan aktivitas fotosintesa itu bisa mengganggu populasi fitoplankton yang merupakan dasar dari seluruh organisme yang hidup di laut. Fitoplankton merupakan produsen primer yang mampu mengkonversi energi matahari menjadi bahan organik yang merupakan sumber makanan bagi organisme lainnya. Karena pencemaran itu maka perkembangbiakan ikan dapat terganggu. Akibat lanjutnya adalah hasil tangkapan ikan bisa berkurang sehingga aktivitas ekonomi para nelayan akan terganggu. Pencemaran pada garis pantai memberikan dampak yang paling kasat mata. Ketika mencapai garis pantai, cemaran minyak untuk sementara akan merusak lingkungan laut dan tempat – tempat rekreasi pantai. Pada laut terbuka, minyak akan dengan cepat terbawa gelombang air maupun arus air sehingga pantai cepat bersih kembali. Namun jika pantai letaknya di daerah teluk dan arus airnya lambat, pencemaran minyak dapat terjadi selama beberapa tahun. Berbeda dengan garis pantai, lahan – lahan paya dan rawa – rawa berlumpur tidak mempunyai gerakan gelombang untuk mengencerkan minyak ke laut lepas. Minyak terjebak oleh tumbuh – tumbuhan dan perakarannya. Sebagai akibatnya, setelah terjadi tumpahan, kepekatan minyak pada lahan – lahan rawa akan lebih tinggi dibandingkan pada pantai. Pada lahan rawan ini, minyak terurai sangat lambat sehingga akan tinggal di lingkungan dalam waktu yang lebih lama. Dampak dari pencemaran ini adalah terganggunya kehidupan ikan – ikan sehingga berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi masyarakat pesisir yang mengandalkan hidupnya pada sektor perikanan dan budidaya.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak ekologis dari pencemaran minyak ini adalah melakukan pembersihan lokasi perairan yang tercemar. Upaya mengambil kembali minyak yang tumpah ke lautan sering di lakukan. Penanggulangan tumpahan minyak pasca kejadian secara konvensional dapat dilakukan dengan peralatan penahan minyak agar tidak meluas, seperti pemakaian pelampung yang dikombinasi dengan pompa guna mengambil kembali minyak yang terapung. Namun kebanyakan operasi ini tidak memberikan hasil yang optimal, terutama apabila tumpahan minyak terjadi di kawasan yang terpencil atau berada jauh di tengah lautan sehingga sulit dijangkau oleh petugas. Sejumlah teknik juga telah dikembangkan untuk membantu mempercepat pemulihan lingkungan akibat pencemaran minyak. Salah satu caranya adalah melalui bioremediasi alami, yaitu suatu proses yang dilakukan dengan memberikan zat – zat hara pada lahan – lahan yang rusak. Namun upaya ini bisa memerlukan waktu yang relatif lama. Cara lainnya adalah sistem penenggelaman. Proses ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk halus pada permukaan minyak. Serbuk ini selanjutnya akan menyerap minyak yang terapung di atas permukaan air laut. Karena proses itu maka akan terjadi pengumpulan dan peningkatan kepadatan minyak sehingga minyak dapat tenggelam ke dasar laut. Sejumlah ilmuwan juga percaya bahwa proses alamiah sudah cukup untuk memulihkan kondisi pantai. Ekosistem air mempunyai kemampuan membersihkan diri, sehingga lama – kelamaan kondisi ekosistem air akan pulih seperti sediakala. Sumber – sumber tumpahan minyak di laut secara umum disebabkan oleh aktivitas pendistribusian minyak melalui jalur laut yang mengalami kecelakaan akibat dari kesalahan navigasi, tabrakan, kandas, tenggelam dan terbakar. Faktor kesalahan navigasi sering dijumpai sebagai penyebab pencemaran minyak di perairan laut yang cukup luas. Banyak cara untuk mengidentifikasi tumpahan minyak bumi di perairan. Salah satunya adalah dengan menggunakan spektrofotometri infra merah, terutama spektrofotometer fourier transfirm infra red (FTIR). Digunakannya FTIR adalah atas pertimbangan kecepatan analisisnya, dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan, dan sensitifitas lebih besar sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless). Meskipun demikian cara yang terbaik adalah melalui upaya pencegahan terjadinya peristiwa – peristiwa yang dapat mengakibatkan tumpahan. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui pembenahan manajemen pelayaran dalam rangka memperkecil kesalahan navigasi. Perlu adanya perangkat teknologi informasi yang mampu menyediakan informasi lengkap mengenai keamanan dan keselamatan pelayaran sehingga mampu memperkecil kesalahan navigasi dalam transportasi laut.

PENUTUP

  1. Sampai saat ini minyak bumi masih tetap menjadi sumber energi utama.
  2. Minyak bumi sendiri bukan merupakan bahan yang uniform, melainkan berkomposisi yang sangat bervariasi tergantung pada lokasi, umur lapangan minyak dan juga kedalaman sumur.
  3. Masuknya minyak bumi ke lingkungan disebabkan oleh banyak faktor antara lain : tidak layaknya teknik pembuangan lumpur dari kegiatan pengeboran sumur minyak, kecelakaan pada pengapalan dan lalu lintas darat, pencucian tangki kapal, kebocoran depot dan kegagalan atau keretakan pada pipa penyalur, pengeboran lepas pantai, transportasi minyak dari pengeboran lepas pantai ke lokasi tujuan, kecelakaan pada anjungan minyak lepas pantai, dan tumpahan minyak di daratan yang terbawa arus air hujan dan pembuangan sampah dari perkotaan serta industri yang mengandung minyak merupakan sumber pencemar ekosistem laut terbesar.
  4. Masuknya minyak bumi ke lingkungan akan mempengaruhi ekosistem lingkungan.
  5. Berbagai cara digunakan untuk menanggulangi pencemaran minyak bumi di lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar